Belajar 'Hidup' dari Para Motivator

Saya mulai tahu keberadaan motivator sekitar lima tahun lalu. Berawal dari acara Mario Teguh Golden Ways di MetroTV (sekarang beliau pindah ke channel MNCTV). Acara yang disiarkan tiap Minggu malam itu awalnya terasa aneh dan sok menggurui/sok bijaksana. Lama-lama seneng juga mendengarkan penjelasannya, lumayan sebagai bahan perenungan diri dan keluarga...

Acara motivator sejenis makin saya kenal karena turut serta di kegiatan kantor terutama terkait kegiatan Bagian Pengembangan Pegawai misalnya dengan kehadiran motivator Reza M. Syarif. Pernah juga saya hadir pada sesi motivasi oleh Jamil Azzaini.

Terkait Jamil Azzaini bahkan saya mempraktekkan ajarannya tentang membuat Proposal Hidup pada kedua anak saya. Jadi ceritanya dua tahun lalu sebelum melaksanakan ibadah haji, kedua anak saya saya suruh menuliskan apa yang diinginkannya di masa depan seperti membuat surat penyataan resmi dan ditandatangani. Ketika saya baca tertulis ingin melanjutakan sekolah di mana, kuliah apa, kemudian ingin kerja dengan gaji sekian, mendapat suami dengan kriteria bla bla bla, ingin punya anak kembar, dan seterusnya. Surat tersebut kemudian diamplopin lalu direkatkan di buku doa yang saya kalungkan saat tawaf, sai, dan sebagainya dengan permintaan semoga Allah kabulkan proposalnya.

Menurut Pak Jamil, suatu keinginan yang ditulis akan lebih meresap ke jiwa dan secara tak sadar akan berusaha untuk diwujudkan. Lebih ampuh lagi manakala didoakan oleh orang tua, apalagi si ibu yang mendoakannya. Inshaa Allah terkabul. Amin.

Kembali ke MT (Mario Teguh). Saya kagum dengan kata-kata beliau yang dalam maknanya dan banyak menohok keadaan pendengar/pemirsanya dengan maksud memberi semangat agar percaya diri, setia pada pasangan, tak menyerah pada keadaan sulit, berupaya menjadi manusia sejahtera dan menyejahterakan yang lain. Beliau juga sering mengumbar kecintaan dan kekagumannya terhadap sang istri yaitu Ibu Linna (memang kelihatan cantik, imut, dan awet muda). Saya juga mengikuti postingan MT di facebook (aktif sekali beliau memposting hampir tiap jam). Namun saya perhatikan banyak juga antifans MT misalnya dengan adanya meme-meme lucu misalnya: Hidup tak semudah cocotnya Mario Teguh; atau ada juga yang menulis: Turutilah kata hatimu, jangan turuti kata Mario Teguh, kenal juga enggak...hehehe. Intinya saya ambil nasehat yang baiknya saja. Lagian nonton MT lebih asyik daripada sinetron yang ga jelas jalan ceritanya itu...

Di FB saya juga mengikuti akunnya Mardigu MP (seorang pengusaha, pengamat politik/terorisme, dan motivator). Tulisan beliau serius, relatif panjang dalam menjelaskan suatu pemikiran atau pengalaman, dan mengesankan karena based on true story. Ternyata beliau salah satu pencetus munculnya larangan Kapolri terhadap ujaran kebencian (hate speech).

Ada lagi motivator perempuan yaitu Mbak Cicik Resti (asli Banyuwangi katanya). Lalu ada juga Irma Sustika (ini motivator sekaligus pemberdaya perempuan lewat gerakan Woman Preneur Community yang berusaha membantu para pengusaha kecil agar bisa sukses dengan menggandeng mitra usaha institusi besar semacam bank pemerintah). Coba saja baca bukunya berjudul Life for Happiness.

Saat ini saya lagi senang membaca tulisan Arif Rh. Nama panjangnya adalah Arif Rahutomo, mengaku sebagai vibrator (semacam motivator berbasis vibrasi) berdomisili di Purwokerto. Kadangkala beliau juga meng-upload video motivasi berdurasi sekitar 5 menitan yang lumayan asyik untuk direnungkan.

Kalau saya perhatikan, rata-rata motivator berasal dari keluarga sederhana (atau cenderung kekuarangan) namun merupakan pribadi yang cerdas dan ulet bekerja. Mereka jatuh bangun mencapai tangga kesuksesan. Dan yang jelas tarif mendatangkan motivator tenar itu relatif mahal. Sebagai gambaran, lima tahun lalu mengundang MT untuk 90 menit kabarnya harus merogoh kocek 60 juta rupiah (kalau tarif 2015 saya tak paham sudah berapa kali lipat ya...)

Sebenarnya tiap orang berpotensi sebagai motivator untuk diri sendiri atau orang lain. Contohnya ibu-ibu paling pintar menasehati anaknya agar rajin belajar, disiplin, menjaga sopan santun, dll (walaupun nadanya terdengar sebagai ngomel atau marah-marah...). Hanya kemasannya saja yang perlu dipermanis dan konten omongannya lebih berbobot.

Mendengarkan pengajian atau tausiah para ustadz/ustadzah di televisi atau radio juga banyak sekali mutaan motivatornya. Tinggal kita saja yang harus memilih hanya sekedar sebagai nasehat yang masuk kuping kiri lalu keluar kuping kanan atau mulai praktek dan membenahi diri dan keluaraga agar menjadi pribadi yang lebih baik.

Semoga bermanfaat.

Pamekasan, 18 Nopember 2015



Komentar

Postingan Populer