Puasa (tidak) sama dengan Penghematan

Salah satu esensi dari puasa adalah agar kita ikut berempati terhadap penderitaan kaum tak mampu saat harus menahan lapar dan dahaga. Idealnya dengan adanya bulan puasa (29 atau 30 hari) berarti penghematan uang belanja minimal satu kali makan siang kali sekian puluh hari kali sekian anggota keluarga. Namun anehnya (bagi saya) justru pengeluaran rumah tangga membengkak.

Pengeluaran ekstra dimulai menjelang puasa kami sudah ke toserba untuk stok barang (makanan dan minuman yang tahan lama). Misalnya mie instan, sirup, gula, aneka saus dan sambal, sosis, dll. Belum lagi belanja harian, saya sebagai ibu ingin menyenangkan anak-anak yang nampak begitu menderita (aduhhhh...drama banget ya...). Jadilah aneka menu tambahan semacam es buah, puding, roti, dan sejenisnya. Belum lagi lauk yang lebih istimewa dari hari lainnya. Mungkin ini juga dialami oleh ibu-ibu lain (atau bahkan hampir semua begitu ya...). Maka tak heran jika para ahli ekonomi menyatakan terjadi inflasi (kenaikan harga) saat puasa dan lebaran karena permintaan masyarakat yang melonjak terhadap aneka sembako.

Pengeluaran rumah tangga dipastikan makin meningkat mendekati lebaran misalnya untuk beli baju lebaran serta persiapan mudik (berarti uang bensin, oleh-oleh, serta pembagian angpau lebaran). Syukurlah PNS mendapat gaji ke-13 sedangkan pekerja swasta mendapat THR (Tunjangan Hari Raya) untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Dari gambaran tersebut maka satu hal yang saya simpulkan bahwa puasa (tidak) sama dengan penghematan. Bagaimana menurut tanggapan Anda?

Komentar

Postingan Populer