Anakku Anti Mainstream

Kejadian penting hari ini sekitar pukul 10.00 pagi. Dimana anak sulungku menelepon dari sekolahnya untuk minta ijin pindah jurusan. Ya..si sulung kini sudah kelas X alias kelas 1 SMA. Hari ini pengumuman hasil ujian penjurusan. Dia dinyatakan masuk ke jurusan IPA. Menurut saya wajar saja karena memang kemampuan akademik anak itu lumayan menonjol dari SD dulu. Namun dia menyatakan keinginan untuk pindah ke jurusan IPS.

Saya menanyakan kenapa dia memilih IPS. Katanya dia sudah mantap dengan pilihan karier ke depannya ingin menjadi diplomat, setidaknya pekerjaan yang bergelut dengan bahasa asing. Saya bilang kakak boleh lho SMA ambil IPA tapi nanti kuliah jurusan IPS. Dia malah menjawab ngapain aku menghabiskan waktu di jurusan IPA tapi nanti kuliah IPS, bukankah lebih baik jika fokus saja IPS dari sekarang. Bahkan dia sudah menyebutkan sebuah fakultas di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan jurusan bahasa asing di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Dia menambahkan tidak tertarik dengan Fakultas Kedokteran (yang masih difavoritkan orang tua jaman sekarang). Bahkan dia menyebutkan secara spesifik jika bisa ingin masuk ke jurusan Bahasa/Sastra Korea. Wah...sudah deh...mati kutu saya. Akhirnya saya merestui dia pindah ke Jurusan IPS dengan syarat dia harus mempertanggungjawabkan pilihannya dengan sungguh-sungguh belajar dan memberikan hasil maksimal. Oke...deal...

Yang menarik adalah beberapa menit setelah menutup telepon, suami saya ganti menghubungi saya. Topik pembicaraan masih seputar permintaan anak sulung untuk pindah jurusan tersebut. Jangan-jangan si anak akan menyesal dengan pilihannya itu karena pihak sekolah saja melalui ujian tertentu telah menetapkan hasilnya cocok masuk IPA.

Suami juga merisaukan apakah benar si anak sudah siap mental bila dipergunjingkan teman, tetangga, atau saudara karena tidak masuk jurusan IPA. Ya..saya bilang saja paling orang bergunjing cuma sehari dua hari, toh yang akan menjalani adalah si anak. Saya malah bersyukur bahwa anak seumur itu (belum genap 15 tahun) sudah mampu mengenali apa minat dia bahkan memikirkan hingga kariernya di masa datang. Tugas orang tua tinggal mendukung dari segi biaya dan doa. Anak yang pintar dan bertanggung jawab akan survive di bidang apapun dia berada nantinya apalagi bidang yang dia minati (kalau ini meminjam kata-kata Mbak Oneng...rekan saya di Kanwil Surabaya).

Sore ini sepulang sekolah si sulung kembali menelepon dan mengabarkan bahwa dia sudah diijinkan pihak sekolah untuk masuk IPS. Dia malah justru mengkhawatirkan bahwa ibunya mungkin akan kecewa dengan pilihannya. Ya Allah...saya sungguh terharu dengan pemikirannya. Saya tegaskan sekali lagi bahwa saya 100% merestui pilihannya.

Anakku...fighting!!!!

Komentar

Postingan Populer