Kisah Sedih (Seorang) Ibu

Minggu pagi yang lalu saya dan suami buru-buru membuka pintu depan rumah agar bisa mendengarkan lebih jelas  pengumuman dari pengeras suara musola kampung kami di Sidoarjo. Rupanya pagi itu ada seorang bayi berumur sekitar setahun yang baru saja meninggal dunia, sementara itu jenazahnya masih berada di rumah sakit dan akan dimakamkan segera setelah ambulance pengantarnya tiba di rumah duka. Bayi itu merupakan anak pertama dari pasangan muda yang rumahnya hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumah kami.

Suami segera mengajak saya ke warung terdekat untuk membeli beras yang akan dibawa takziah. Di kampung kami memang adatnya membawa beras yang ditaruh di baskom/wadah dan ditutup kain untuk dibawa ibu-ibu yang melayat, sedangkan bapak-bapak mengurus pemakaman hingga selesai. Biasanya jenazah dimakamkan sesegera mungkin pada hari itu (bahkan beberapa kali dimakamkan tengah malam walaupun hari hujan). Setelah pemakaman, keluarganya akan mengadakan tahlilan setiap hari selama tujuh hari, biasanya setelah shalat maghrib atau setelah isya.

Ketika saya tiba di rumah duka kebetulan ambulance pengantar jenazah baru saja tiba dan terdengar jerit tangis keluarga, bahkan beberapa orang langsung pingsan begitu menatap wajah sang bayi. Saya langsung lemas dan segera pulang begitu menyerahkan beras bawaan di depan dapur, tanpa menemui tuan rumah. Bagaimana mungkin saya sanggup menatap jenazahnya jika hal tersebut pernah saya alami 8 tahun lalu. Ya...kisah sedih seorang ibu adalah saat kehilangan anak tercinta. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Amin.

Memang rejeki, jodoh, dan maut itu sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Kita hanya bisa menjalaninya. Toh semua manusia yang hidup akan mengalami yang namanya kematian, namun waktunya tidak ada yang tahu kapan datangnya. Semoga kita semua diberi khusnul khotimah (akhir yang baik).

Komentar

Postingan Populer