Ziarah ke Makam Suharto


ZIARAH KE MAKAM SUHARTO


Ini sepenggal kisah perjalanan mudik lebaran tahun 2014 kemarin. Penulis sekeluarga pulang ke Solo, Jawa Tengah.
Pada lebaran hari pertama, anak-anak kami ajak berziarah ke makam Presiden RI yang ke-2 (Bapak Suharto), yaitu ke Astana Giribangun.


Selain sebagai perjalanan tamasya, kami juga ingin memperkenalkan tempat-tempat bersejarah di Jawa Tengah kepada anak-anak yang lahir dan besar di Kota Surabaya. Kebetulan kompleks pemakaman tersebut memang berada di pegunungan yang sejuk dan indah.

Astana Giribangun sebagai kompleks makam almarhum Soeharto dan Bu Sri Hartinah atau Bu Tien Soeharto, terletak di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Desa Karangbangun, Kecamatan Matesih, Karanganyar. 

Astana Giribangun berada tepat di bawah Astana Mangadeg (yaitu kompleks pemakaman para penguasa Mangkunegaran). Hal ini memang disengaja untuk menghormati para leluhur Ibu Tien (yang merupakan keturunan dari Mangkunegoro III).

Jarak tempuh dari Kota Karanganyar menuju Astana Giribangun sekitar 45 menit. Kami melewati jalan Solo-Tawangmangu hingga di perempatan Kecamatan Karangpandan, lalu belok kanan menuju Matesih. Setelah pertigaan Kantor Pos Matesih, belok kiri menuju lokasi Astana Giribangun.

Ada beberapa pos penjaga yang harus kami lewati untuk mencapai makam Pak Harto. Pertama, begitu masuk ke lokasi makam, kami harus mengurus surat ijin di kantor pengelola Astana Giribangun yang berada di area parkir. Pengelola menyodorkan buku tamu yang harus diisi identitas ketua rombongan yang dibuktikan dengan KTP asli lalu diberi blanko surat ijin ziarah (foto terlampir). Kami ditarik iuran seiklasnya untuk ijin masuk tersebut.


Tahap kedua kami masuk ke gerbang pertama makam. Di sini kami kembali diperiksa oleh penjaga. Surat ijin kami sodorkan dan dihitung jumlah rombongan. Kami kembali harus mengisi buku tamu dan kembali ditarik iuran. Perlu diketahui bahwa pengunjung harus memakai pakaian yang sopan dan menutup paha (jadi tidak diperkenankan memakai celana pendek ataupun rok mini). Penjaga telah menyediakan persewaan kain panjang.

Rombongan kemudian naik ke kompleks makam Suharto. Lagi-lagi kami diperiksa oleh para penjaga (yang berbadan tegap dan berseragam safari) dan harus mengisi buku tamu (plus iuran lagi...hehe). Akhirnya sampailah kami ke depan nisan Pak Harto dan Bu Tien.  Suasananya amat sakral dan agung. Mungkin karena terbawa suasana sore yang temaram (sekitar pukul 16.00) dan berada dalam pendopo Jawa yang megah, penuh dengan kayu jati yang berukir (alias sangat mewah untuk ukuran kuburan). Di sini pengunjung akan ditawari foto yang bisa langsung jadi. Peziarah bisa berdoa di sini.

Perlu diketahui bahwa tujuan para peziarah bukan hanya sekedar tamasya namun ada juga yang mencari berkah (istilah Jawanya adalah ‘ngalap berkah’).
Komplek makam ini memiliki tiga tingkatan cungkup (bangunan makam): cungkup Argo Sari teletak di tengah-tengah dan paling tinggi, di bawahnya, terdapat cungkup Argo Kembang, dan paling bawah adalah cungkup Argo Tuwuh.

Pintu utama Astana Giribangun terletak di sisi utara. Sisi selatan berbatasan langsung di jurang yang di bawahnya mengalir Kali Samin yang berkelok-kelok indah dipandang dari areal makam. Terdapat pula pintu di bagian timur kompleks makam yang langsung mengakses ke Astana Mangadeg.

Selain bangunan untuk pemakaman, terdapat sembilan bangunan pendukung lainnya. Di antaranya adalah masjid, rumah tempat peristirahatan bagi keluarga Soeharto jika berziarah, kamar mandi bagi peziarah utama, tandon air, gapura utama, dua tempat tunggu atau tempat istirahat bagi para wisatawan, rumah jaga dan tempat parkir khusus bagi mobil keluarga.

Di bagian bawah, terdapat ruang parkir yang sangat luas. Di masa Soeharto berkuasa, di areal ini terdapat puluhan kios pedagang yang berjualan suvenir maupun makanan untuk melayani peziarah dan wisatawan. Namun kini di tempat itu tidak diizinkan lagi menjadi tempat berjualan dengan alasan keamanan dan ketenangan.

Kesan yang kami peroleh dari makam Suharto adalah sangat ramai karena  banyak sekali rombongan peziarah (mungkin karena musim libur lebaran) dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia (bisa dilihat dari berbagai plat nomer kendaraan di tempat parkir). Hal ini menyiratkan bahwa Suharto adalah tokoh penting (Bapak Pembangunan Indonesia) yang masih dihormati dan dicintai rakyatnya.

Komentar

Postingan Populer