Goa Gong di Pacitan



Goa Gong merupakan salah satu destinasi wisata andalan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.  Beberapa waktu yang lalu kami mampir ke sana setelah menghadiri acara keluarga di Wonogiri.

Jarak Wonogiri-Pacitan sekitar 100 km. Jalan yang kami lalui khas pegunungan, berkelok-kelok melewati lembah dan bukit. Jalan di wilayah Wonogiri aspalnya bergelombang dengan tambalan di sana sini. Namun kondisi jalan tersebut berubah drastis begitu masuk wilayah Pacitan, dimana jalan aspalnya mulus, lebar, seperti baru saja diperbaiki. Mungkin karena Pacitan merupakan kampung halaman mantan Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Petunjuk arah ke Goa Gong cukup jelas. Sebelum masuk Kota Pacitan, kendaraan kami belok ke kanan mengikuti petunjuk arah yang terpampang di pinggir jalan.

Jalan aspal yang mulus itu ternyata bukan hanya di jalur kota saja, bahkan sampai ke area parkir Goa Gong. Rupanya pemda setempat sangat memperhatikan pembangunan sarana prasarana penunjang pariwisatanya. Salut...

Sekitar jam 9 pagi, kami telah berada di lokasi goa. Di atas tempat parkir berderet kios (mirip pasar desa) yang memajang aneka suvenir dari batu akik (Pacitan dari dulu memang terkenal sebagai penghasil akik). Harga yang ditawarkan cukup murah. 




Dari tempat parkir kami menaiki deretan anak tangga menuju mulut Goa Gong. Di kiri kanan anak tangga berderet kios penjual makanan dan kaos/suvenir.

Di depan mulut goa berjejer warga setempat yang menawarkan sewa lampu senter (alasannya di dalam goa cahayanya remang-remang). Terdapat pula yang menawarkan jasa foto langsung jadi.
Kami mulai masuk ke dalam goa. Goa terasa sangat lembab. Jalan di dalam goa berupa anak tangga yang sempit dan curam. Bagian dalam goa sangat luas (dan tinggi) dengan tata cahaya yang dramatis (warna-warni) yang mengekspos tonjolan stalagtit dan stalagmit. Aroma dalam goa berbaur antara udara yang lembab dengan bau dupa. Ada aroma mistis.

Kami menuruni satu per satu anak tangga. Namun rupanya saya salah kostum karena memakai sandal berhak tinggi (konyol...hehehe). Karena kaki saya gemetar akhirnya menyerah...tidak sampai ke ujung dasar goa.

Setelah puas menikmati areal dalam goa, kami segera keluar. Di sebelah kiri pintu masuk, terdapat beberapa penjual nasi pecel dan es kelapa muda. Udara yang segar (relatif dingin) begitu sangat cocok dinikmati dengan sepincuk nasi pecel dengan tempe goreng hangat dan ditutup dengan kelapa muda yang manis. Hmmmm...


 Sekitar jam 11 siang kami meninggalkan Goa Gong menuju Surabaya (tentu saja setelah membeli beberapa makanan khas serta kaos bertuliskan “I love Goa Gong”). Kami memilih jalur alternatif Pacitan-Trenggalek. Lagi-lagi kami disuguhi pemandangan yang menakjubkan dimana terpadu hijaunya tanaman pegunungan dengan pemandangan laut biru di kejauhan. Dan di tengah perjalanan kami menemukan semacam bangunan pabrik di tepi laut (kira-kira bangunan apa ya??)


Saat musim penghujan, pengguna jalur Pacitan harap berhati-hati karena beberapa titik jalan rawan longsor. Sungguh perjalanan yang mendebarkan.

Komentar

Postingan Populer